loading...

Selasa, 03 Oktober 2017

Masih Relevankah Menyekolahkan Anak di Zaman ini?

Berawal dari sebuah buku yang saya baca, dalam buku tersebut tertulis ketika seorang anak pulang dari sekolah kemudian di rumah dia harus mengulang kembali pelajaran di sekolahnya, kapankah dia belajar tentang kehidupan yang lain? Kalimat itu seperti menyentak hati saya. Saya merasa selama ini menjadi orang bodoh ketika memaksakan anak untuk benar-benar menguasai pelajaran sekolah, dengan cara mengulang-ngulangnya di rumah , bahkan masih ditambah lagi dengan les bimbel. Sepertinya dalam hidup ini hanya pelajran sekolah yang pantas untuk dipelajari.

Anak belajar dari lingkungan

Padahal, waktu yang dihabiskan seorang anak di sekolah setiap harinya tidaklah sebentar. Berangkat ke sekolah pukul tujuh dan pulang hampir pukul satu siang. Itupun untuk sekolah yang jaraknya dekat. Bagi anak yang sekolahnya jauh mungkin berangkat selepas subuh dan pulang menjelang asar. Kemudian demi bersaing di kelasnya atau agar tidak tertinggal dari teman-temannya orang tua masih mengikutkan anaknya pada les-les bimbingan belajar . Dan, saat orang tua ingin mengajari tentang pelajaran lain si anak sudah lelah.

siapapun bisa menjadi gurunya

Lalu apa gunanya sekolah jika untuk benar-benar menguasai pelajarannya masih harus ditambah belajar di rumah dan lembaga-lembaga bimbingan belajar? Untuk hal ini kita tidak bisa menyalahkan sekolah. Guru di sekolah mempunyai keterbatasan untuk membuat “pintar” muridnya. Bayangkan, seorang guru di kelas mengajar murid yang jumlahnya antara 30 hingga 40 orang bahkan mungkin bisa lebih. Bahkan, masih ditambah lagi guru mengajar di sekolah lain. Dengan kondisi seperti itu sepertinya sulit untuk mengontrol satu-satunya siswa agar dia fokus memperhatikan pelajarannya hingga benar-benar mengerti. Sehingga yang terjadi seorang murid bisa menjawab soal dari guru karena dia menghapal bukan karena memahami. Mungkin itulah mengapa matematika menjadi pelajaran tersulit di sekolah, karena matematika membutuhkan pemahaman bukan hapalan.

Melihat perkembangan informasi di zaman sekarang saya tertarik mengikuti gaya orang tua yang mendidik anaknya dengan tidak “menitipkannya” di sekolah. Belajar di rumah atau bahasa kerennya “homeschooling” sepertinya menjadi pilihan yang bijak. Sekarang media informasi bertebaran di mana-mana. Pelajaran sekolah bisa dipelajari melalui internet, lembaga-lembaga bimbingan belajar, memanggil guru privat, dan buku-buku yang bisa didapatkan dengan mudah, tergantung dengan kondisi keuangan orang tua. Mungkin dengan cara itu anak menjadi lebih fokus mempelajari pelajaran sekolah karena tidak ada tekanan — biasanya guru di bimbel lebih sabar dibanding guru di sekolah.

Yang lebih membuat tertarik, menurut seorang praktisi homeschooling belajar di rumah lebih efektif dibanding di sekolah. Dengan perbandingan dua jam di sekolah sama baiknya dengan belajar lima belas menit di rumah. Itu bila dihitung karena seorang guru mengajar 30 atau 40 murid di kelas dibanding dengan seorang guru yang hanya mengajar dua hingga lima murid. Dengan sisa waktu yang lebih panjang anak bisa belajar tentang kehidupan lain tanpa dibarengi rasa lelah.


Hidup itu memang pilihan. Setiap orang tua mempunyai keyakinan yang berbeda-beda dalam memaknai arti pendidikan. Semoga apapun jalan pilihan kita dalam membekali masa depan anak-anak, tetap bisa membuat mereka bahagia dalam menjalaninya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar